Kamis, 07 Juni 2012

metode pembelajaran JIGSAW


BAB I
PENDAHULUAN
1.      Latar Belakang
Dalam era global, teknologi telah menyentuh segala aspek pendidikan sehingga, informasi lebih mudah diperloleh, hendaknya siswa aktif berpartisipasi sedemikian sehingga melibatkan intelektual dan emosional siswa didalam proses belajar. Keaktifan disini berarti keaktifan mental walaupun untuk maksud ini sedapat mungkin dipersyaratkan keterlibatan langsung keaktifan fisik dan tidak nya berfokus pada satu sumber informasi yaitu guru yang hanya mengandalakan satu sumber komunikasi. Seringnya rasa malu siswa yang muncul untuk melakukan komunikasi dengan guru, membuat kondisi kelas yang tidak aktif sehingga berpulang pada rendahnya prestasi belajar siswa. Maka perlu adanya usaha untuk menimbulkan keaktifan dengan mengadakan komunikasi yaitu guru dengan siswa dan siswa dengan rekannya. Salah satu pembelajaran yang ditawarkan adalah kooperatif tipe jigsaw.
2.      Rumusan Masalah
            Berangkat dari uraian singkat di atas, tim penyusun dapat merumuskan masalah yang menjadi pokok pembahasan dalam makalah ini yaitu:
1)      Pengertian Metode Jigsaw?
2)      Sejarah Metode Jigsaw?
3)      Langkah-langkah Metode Pembelajaran Jigsaw?
4)      Faktor Penghambat Metode Jigsaw

3.      Tujuan
Tujuan pembuatan makalah ini adalah amengembangkan kerja tim, ketrampilan belajar kooperatif, dan menguasai pengetahuan secara mendalam.

4.      Metode Penulisan
Dalam pembuatan makalah ini, acuan penulisan yang kami gunakan adalah bersumber dari buku dan  internet serta blog yang berkaitan dengan materi yang ditugaskan oleh Bapak  Suriansyah. tentang “Jigsaw”.
BAB II
JIGSAW
Metode ini dikembangkan oleh Elliot Aronson dan kawan-kawannya dari Universitas Texas dan kemudian di adaptasi oleh Slavin dan kawan-kawannya. Melalui metode jigsaw kelas dibagi menjadi beberapa tim yang anggotanya terdiri dari 5 atau 6 siswa dengan karakteristik yang heterogen. Bahan akademik disajikan kepada siswa dalam bentuk teks; dan tiap siswa bertanggung jawab untuk mempelajari suatu bagian dari bahan akademik tersebut.
Para anggota dari berbagai tim yang berbeda memiliki tanggung jawab untuk mempelajari suatu bagian akademik yang sama dan selanjutnya berkumpul untuk saling membantu mengkaji bagian bahan tersebut. Kumpulan siswa semacam itu disebut "kelompok pakar" (expert group). Selanjutnya para siswa yang berada dalam kelompok pakar kembali kembali ke kelompok semula (home teams) untuk mengajar anggota lain mengenai materi yang telah dipelajari dalam kelompok pakar. Setelah diadakan pertemuan dan diskusi dalam "home teams", para siswa dievaluasi secara individual mengenai bahan yang telah dipelajari.
A.    Pengertian Metode Jigsaw
Dalam hal ini peneliti menggunakan metode jigsaw. Istilah metode berasal dari bahasa Yunani "Metodos". Kata ini terdiri dari dua suku kata yaitu "Metha" yang berarti melalui atau melewati dan "hodos" jalan atau cara. Jadi metode adalah suatu jalan yang dilalui untuk mencapai suatu tujuan. Pengertian Kata jigsaw berasal dari bahasa Inggris yang berarti “gergaji atau memotong”. Dalam metode pembelajaran teknik jigsaw termasuk dalam jenis metode pembelajaran kooperatif.
Metode  jigsaw adalah teknik pembelajaran kooperatif di mana siswa, bukan guru, yang memiliki tanggung jawab lebih besar dalam melaksanakan pembelajaran. Jigsaw adalah teknik pembelajaran aktif yang biasa digunakan karena teknik ini mempertahankan tingkat tanggung jawab pribadi yang tinggi. Tujuan dari jigsaw ini adalah mengembangkan kerja tim, ketrampilan belajar kooperatif, dan menguasai pengetahuan secara mendalam yang tidak mungkin diperoleh apabila mereka mencoba untuk mempelajari semua materi sendirian.
Pengertian jigsaw learning adalah sebuah teknik yang dipakai secara luas yang memiliki kesamaan dengan teknis "pertukaran dari kelompok ke kolompok lain." (group to group exchange) dengan suatu perbedaan penting: setiap peserta didik mengajarkan sesuatu. Sedangkan menurut Arends (1997) model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw merupakan model pembelajaran kooperatif, dengan siswa belajar dalam kelompok kecil yang terdiri dari 4-6 orang secara heterogen dan bekerjasama saling ketergantungan yang positif dan bertanggung jawab atas ketuntasan bagian materi pelajaran yang harus dipelajari dan menyampaikan materi tersebut kepada kelompok yang lain.

B.     Sejarah Jigsaw

Teknik jigsaw adalah salah satu teknik cooperative learning yang pertama kali diterapkan oleh aronson tahun 1971 dan dipublikasin tahun 1978. Pada awalnya penelitiannya kelas jigsaw ini dipakai untuk tujuan agar mengurangi rasa kompetisi pembelajar dan masalah ras yang terdapat di sebuah kelas yang berada di Austin, Texas. Kota texas ini termasuk mengalami masalah rasis yang sangat parah, dan itu pun memunculkan intervensi dari sekolah­-sekolah untuk menghilangkan masalah tersebut.
Di dalam suatu kelas banyak pembelajar amerika keturunan afrika, keturunan hispanik (latin), dan pembelajar kulit putih amerika untuk yang pertama kalinya berada dalam sebuah kelas bersama-­sama. Situasi semakin memanas dan mangancam lingkungan belajar mereka. Dan pada tahun 1971 Aronson dan beberapa lulusan pembelajar lainnya menciptakan jigsaw dan mencoba untuk menerapkannya didalam kelas. Dan usaha keras ini berhasil dengan sukses, pembelajar yang pada awalnya kurang berkomunikasi mulai berkomunikasi dan mulai bekerja sama.
Eksperimen ini terdiri dari membentuk kelompok pembelajaran (kelompok jigsaw) dimana tiap pembelajar tergantung kepada anggota kelompoknya untuk mendapatkan informasi yang diperlukan untuk lulus dalam ujian. Tanpa memandang ras, mereka digabungkan menjadi sebuah grup dan wajib berkerjasama diantara anggotanya agar mencapai sukses akademik. Ketika dibandingkan dengan kelas tradisional dimana pembelajar-­pembelajar bersaing secara individu, pembelajar-­pembelajar di dalam kelas.
Wardani mengatakan bahwa teknik jigsaw adalah salah satu cooperative learning mendorong pembelajar aktif dan saling membantu dalam menguasai materi pelajaran untuk mencapai prestasi yang maksimal. Dimana dalam belajar teknik jigsaw terdapat tahap-­tahap dalam penyelenggaraannya yaitu :
  • Pengelompokan pembelajar.
  • Pemberian tugas untuk setiap anggota kelompok.
  • Diskusi kelompok yang terdiri dari kelompok ahli.
Yaitu kelompok yang terdiri dari kelompok ahli yaitu kelompok yang terdiri dari pembelajar heterogen , ditinjau dari segi kemampuan dan jenis kelamin yang tergabung dalam bahasan, tema, ataupun masalah yang sama. Sedangkan kelompok asal yaitu masing­ masing kelompok terdiri dari pembelajar yang heterogen, ditinjau dari kemampuan dan jenis kelamin yang tergabung dalam bahasan, tema, masalah yang berbeda.
·         Pemberian tes/kuis.
·         Perhitungan penghargaan kelompok.
Hariyanto menyatakan bahwa metode cooperative learning Pengertian Metode Jigsaw merupakan model belajar dimana pembelajar belajar dalam kelompok kecil yang terdiri dari empat sampai enam orang secara heterogen dan bekerja sama saling bergantung positif dan bertanggung jawab secara mandiri. Setiap anggota kelompok asal bertemu dalam kelompok ahli untuk membahas materi yang ditugaskan pada masing­masing anggota kelompok ahli untuk membahas materi yang ditugaskan pada masing­-masing anggota kelompok dan bertanggung  jawab atas bagian dari materi belajar  yang ditugaskan kepadanya. Setelah pembahasan tugas seleseai kemudian kembali ke kelompok semula (asal) dan menjelaskan pada teman sekelompoknya untuk mencapai ketuntasan materi.
C.    Langkah-langkah Metode Pembelajaran Jigsaw
Dalam pembelajaran kooperatif jigsaw langkah-langkah yang harus dilakukan antara lain :
1)      Pembelajaran jigsaw diawali dengan pengenalan topik. Guru menuliskan topik tersebut di papan tulis dan menanyakan kepada peserta didik apa yang mereka ketahui mengenai topik tersebut. Kegiatan ini dimaksudkan untuk mengaktifkan skemata atau struktur kognitif peserta didik agar lebih siap menghadapi kegiatan pelajaran yang baru.
2)      Siswa dibagi menjadi beberapa kelompok sesuai dengan jumlah topik yang akan dibahas yang memiliki kemampuan akademik yang heterogen. Kelompok ini dinamakan kelompok asal.
3)      Masing-masing anggota kelompok asal mengambil undian untuk menentukan topik yang akan dibahas.
4)      Dari undian yang telah mereka ambil, peserta didik yang mendapat undian pertama maka akan membahas topik pertama, sedangkan yang mendapat undian kedua maka akan membahas topik kedua, demikian seterusnya. Kelompok ini dinamakan kelompok ahli yang bertanggung jawab untuk mengkaji secara mendalam topik yang mereka dapatkan. Guru memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mendiskusikannya
5)      Setelah selesai, peserta didik dari masing-masing kelompok ahli kembali kekelompok asal untuk membagikan pengetahuan yang mereka dapatkan dari kelompok ahli. Guru memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk berdiskusi.
6)      Sebelum pembelajaran diakhiri, diadakan diskusi dengan seluruh kelas. Selanjutnya, guru menutup pembelajaran dengan memberikan review terhadap topik yang telah dipelajari.
Keterangan :
*      5" pertama, guru akan memberikan penjelasan tentang metode pembelajaran yang akan dilaksanakan termasuk bidang  studi apa yang akan menjadi pokok bahasan.
*      6" kedua, guru akan membagi siswa menjadi beberapa kelompok serta menjelaskan tugas untuk masing-masing kelompok. Kelompok ini disebut kelompok awal.
*      Siswa diberi kesempatan untuk membaca materi selama 7" dan diharapkan siswa dapat menyerap informasi sebanyak-banyaknya pada kesempatan ini kemudian siswa diberi Lembar Kerja (LK) dan diberi waktu 8" untuk mengerjakan lembar kerja tersebut.
*      Setiap siswa dalam satu kelompok menyebar/pindah ke kelompok lain untuk mendapatkan informasi sebanyak-banyaknya mengenai materi yang dipelajari oleh kelompok lain. Siswa diberi kesempatan untuk berpindah-pindah kelompok selama 10" dan siswa diharapkan dapat menyerap dan mengumpulkan informasi sebanyak-banyaknya dari kelompok lain.
*      Siswa kembali ke kelompok awal untuk mendiskusikan informasi yang diperoleh selama 10". Kemudian salah satu anggota kelompok berlatih untuk memasukkan data ke komputer dengan menggunakan program inspiration selama 20". Setelah itu siswa akan mebuat peta konsep di komputer dan kelompok lain akan memasukkan informasi ke chart yang telah disediakan. Pada tahap ini siswa diberikan waktu selama 20" untuk menyelesaikan tugasnya.
*      Pada 5" terakhir guru akan memberikan penguatan dari tugas yang harus dikerjakan siswa di rumah
Fasilitator dapat mengatur strategi jigsaw dengan dua cara:
  1. Pengelompokkan Homogen
Instruksi: Kelompokkan para peserta yang memiliki kartu nomor yang sama. Misalnya, para pe­serta akan diorganisir ke dalam kelompok diskusi berdasarkan apa yang mereka baca. Oleh karena itu, semua peserta yang membaca Bab 1, Bab 2, dst, akan ditempatkan di kelompok yang sama.
Sediakanlah empat kertas lipat, lipatlah masing-masing menjadi dua menjadi papan nama, berilah nomor 1 sampai 4 dan letakkanlah di atas meja.
Kelebihan : Pengelompokan semacam ini memungkinkan peserta berbagi perspektif yang ber­beda tantang bacaan yang sama, yang secara potensial diakibatkan oleh pemahaman yang lebih mendalam terhadap salah satu bab. Potensi yang lebih besar untuk memunculkan proses analisis daripada hanya sekedar narasi sederhana.
Kelemahan: fokusnya sempit (satu bab) dan kemungkinan akan berlebihan.
  1. Pengelompokkan Hiterogen
Instruksi: Tempatkan para peserta yang memiliki nomor yang berbeda-beda untuk duduk ber­sama. Misalnya, setiap kelompok diskusi kemungkinan akan terdiri atas 4 individu: satu yang telah membaca Bab 1, satu yang telah membaca Bab 2, dsb.
Sediakanlah empat kertas lipat, lipatlah masing-masing menjadi dua menjadi papan nama, berilah nomor 1 sampai 4 dan letakkanlah di setiap meja. Biarkan para peserta mencari tempatnya sendiri sesuai bab yang telah mereka baca berdasarkan “siapa cepat ia dapat”.
Kelebihan: Memungkinkan “peer instruction” dan pengumpulan pengetahuan, memberikan pe­serta informasi dari bab-bab yang tidak mereka baca.
Kelemahan: Apabila satu peserta tidak membaca tugasnya, informasi tersebut tidak dapat dibagi/ didiskusikan. Potensi untuk pembelajaran yang naratif (bukan interpretatif) dalam berbagi infor­masi.
D.    Faktor Penghambat Metode Jigsaw

Tidak selamanya proses belajar dengan metode jigsaw berjalan dengan lancar. Ada beberapa hambatan yang dapat muncul, yang paling sering terjadi adalah kurang terbiasanya peserta didik dan pengajar dengan metode ini. Peserta didik dan pengajar masih terbawa kebiasaan metode konvensional, dimana pemberian materi terjadi secara satu arah. Faktor penghambat lain adalah kurangnya waktu, proses metode ini membutuhkan waktu yang lebih banyak, sementara waktu pelaksanaan metode ini harus disesuaikan dengan beban kurikulum.

 

 

 

 

 

BAB III

KESIMPULAN

A.    Kesimpulan

Dalam hal ini peneliti menggunakan metode jigsaw. Istilah metode berasal dari bahasa Yunani "Metodos". Kata ini terdiri dari dua suku kata yaitu "Metha" yang berarti melalui atau melewati dan "hodos" jalan atau cara. Jadi metode adalah suatu jalan yang dilalui untuk mencapai suatu tujuan. Pengertian Kata jigsaw berasal dari bahasa Inggris yang berarti “gergaji atau memotong”. Dalam metode pembelajaran teknik jigsaw termasuk dalam jenis metode pembelajaran kooperatif.

Metode  jigsaw adalah teknik pembelajaran kooperatif di mana siswa, bukan guru, yang memiliki tanggung jawab lebih besar dalam melaksanakan pembelajaran. Tujuan dari jigsaw ini adalah mengembangkan kerja tim, ketrampilan belajar kooperatif, dan menguasai pengetahuan secara mendalam yang tidak mungkin diperoleh apabila mereka mencoba untuk mempelajari semua materi sendirian.

Metode ini dikembangkan oleh Elliot Aronson dan kawan-kawannya dari Universitas Texas dan kemudian di adaptasi oleh Slavin dan kawan-kawannya. Melalui metode jigsaw kelas dibagi menjadi beberapa tim yang anggotanya terdiri dari 5 atau 6 siswa dengan karakteristik yang heterogen. Bahan akademik disajikan kepada siswa dalam bentuk teks; dan tiap siswa bertanggung jawab untuk mempelajari suatu bagian dari bahan akademik tersebut.

B.     Saran

Semoga dengan adanya makalah ini kita sebagai calon guru dapat mengetahui secara mendalam tentang pengertian metode jigsaw, sejarah, langkah-langkah dan hambatan metode jigsaw.

 

DAFTAR PUSTAKA

Zaini, Hisyam dkk. Strategi Pembelajaran Aktif.  Yogyakarta : Pustaka Insan Madani, 2006

http://carapedia.com/model_pembelajaran_jigsaw_info587.html : Diakses pada tanggal 07 Maret 2012

http://infoini.com/2012/pengertian-metode-jigsaw.html : Diakses pada tanggal 07 Maret 2012

 

manajemen kelas semester 6 pgsd

MANAJEMEN KELAS YANG BERBASIS PSIKOLOGI PENDIDIKAN
A. Manajemen Kelas Untuk Pembinaan Disiplin Kelas
Manajemen kelas mengandung pengertian, yaitu proses pengelolaan kelas untuk menciptakan suasana dankondisi kelas yang memungkinkan siswa dapat belajar secara efektif (Rachman, 1999:11). Manajemen kelas juga dapat diartikan sebagai proses seleksi yang menggunakan alat yang tepat terhadap problem dan situasi manajemen kelas, atau juga dapat diartikan sebagai segala usaha yang diarahkan untuk mewujudkan suasana belajar mengajaryang efektif dan menyenangkan serta dapat memotivasi siswa untuk belajar dengan baik sesuai dengan kemampuan.
Jadi dapat disimpulkan bahwa manajemen kelas merupakan usaha sadar untuk mengatur kegiatan proses belajar mengajar secara sistematis. Usaha sadar itu mengarah kepada penyiapan bahan belajar, penyiapan sarana dan alat peraga, pengaturan ruang belajar, mewujudkan situasi dan kondisi proses belajar mengajar dan pengaturan waktu sehingga pembelajaran berjalan dengan baik dan tujuan kurikuler dapat tercapai (Dirjen. PUOD dan Dirjen. Dikdasmen, 1996).
Manajemen kelas bertujuan untuk: (1) mewujudkan situasi dan kondisi kelas, baik sebagai lingkungan belajar maupun sebagai kelompok belajar, yang memungkinkan peserta didik untuk mengembangkan kemampuan semaksimal mungkin, (2) menghilangkan berbagai hambatan yang dapat menghalangi terwujudnya interaksi pembelajaran, menyediakan dan mengatur
 fasilitas belajar serta perabot belajar yang mendukung dan memungkinkan siswa belajar sesuai dengan lingkungan sosial, emosional, dan intelektual siswa di dalam kelas, serta membina dan membimbing siswa sesuai dengan latar belakang sosial, ekonomi, budaya, serta sifat-sifat individunya (Dirjen. PUOD dan Dirjen. Dikdasmen, 1996).
Dalam melakukan
 aktivitas manajemen kelas untuk pembinaan disiplin kelas yang berbasis psikologi pendidikan, ada beberapa pendekatan yang dapat digunakan, yaitu pendekatan otoriter pendekatan permisif, pendekatan instruksional, pendekatan pengubahan perilaku, pendekatan sosial emosional, dan pendekatan proses kelompok (Entang dan Joni, 1984:19). Keenam pendekatan ini akan dijelaskan secara sekilas berikut ini.
Dalam
 membina disiplin kelas dengan pendekatan otoritas, yang perlu dilakukan oleh para guru di kelas ialah menegakkan peraturan yang berlaku di kelas secara persuasive dan mendidik. Jika siswa melanggar disiplin kelas, maka guru dapat memberikan hukuman yang mendidik, sedangkan jika siswa menaati peraturan disiplin kelas diberikan penguatan (reward) agar sikap dan perilaku terpuji tersebut semakin diintensifkan oleh siswa sehingga dapat menjadi model bagi siswa lainnya.
Dalam membina disiplin kelas dengan pendekatan permisif, yang perlu dilakukan oleh para guru di kelas ialah memberikan kebebasan kepada peserta didik untuk mengembangkan potensinya dengan difasilitasi oleh guru. Guru perlu menghargai hak dan mengetahui kewajiban para peserta didik agar peserta didik di samping memenuhi haknya juga perlu mematuhi kewajibaruiya sebagai peserta didik di kelas, sehingga suasana disiplin kelas tetap terjamin,
Dalam membina disiplin kelas dengan
 pendekatan instruksional, yang perlu dilakukan oleh para guru, di kelas ialah merencanakan dengan teliti pelajaran yang baik dan kegiatan belajar yang disesuaikan dengan kebutuhan dan kemampuan setiap peserta didik. Dengan pendekatan ini, perilaku instruksional guru yang disiplin akan menjadi pedoman atau teladan bagi peserta didik dalam melakukan disiplin di kelas.
Dalam membina disiplin kelas dengan pendekatan pengubahan perilaku, yang perlu dilakukan oleh para guru di kelas ialah bagaimana mengubah
 perilaku peserta didik yang tidak disiplin di kelas menjadi disiplin di kelas. Adapun yang dapat dilakukan oleh guru ialah dengan memberikan hukuman yang mendidik kepada peserta didik yang tidak disiplin agar menjadi disiplin. Selain itu, guru juga dapat menjadi model perilaku disiplin bagi anak didiknya, agar anak didik yang tidak disiplin menjadi disiplin karena meneladani gurunya.
Dalam membina disiplin kelas dengan
 pendekatan sosial emosional, yang perlu dilakukan oleh para guru di kelas ialah bagaimana hubungan sosial emosional yang baik antara guru dengan para peserta didik di kelas. Melalui hubungan sosial emosional yang baik antara guru dengan anak didiknya, maka anak didik akan mudah mengikuti berbagai perilaku teladan guru, termasuk perilaku disiplin yang dimiliki oleh guru di dalam kelas sehingga para peserta didik juga menjadi disiplin di kelas.
Dalam membina disiplin kelas dengan pendekatan proses kelompok, yang perlu dilakukan oleh para guru di kelas ialah membimbing para siswa agar dapat saling berinteraksi sosial dalam suasana kelas yang penuh disiplin. Dalam suasana kelas yang disiplin tersebut akan terjadi interaksi sosial yang disiplin pula dengan bimbingan dari guru sehingga antara siswa yang satu dengan siswa yang lain saling mendisiplinkan diri melalui interaksi sosial.
B. Prinsip-Prinsip Disiplin Kelas Sebagai Wujud Manajemen Kelas Yang Berbasis Psikologi Pendidikan
Sikap disiplin yang dilakukan oleh seseorang atau peserta didik, hakekatnya adalah suatu tindakan untuk memenuhi nilai-nilai tertentu. Oleh karena itu, yang perlu dilakukan oleh para guru ialah menanamkan prinsip-prinsip disiplin kelas yang mengacu kepada nilai-nilai keagamaan dan nilai-nilai kepercayaan, nilai-nilai dan norma yang berlaku di masyarakat, nilai-nilai kekuasaan yang dimiliki oleh para guru, dan nilai rasional yang selalu berbasis pada akal yang cerdas dan sehat. Nilai-nilai tersebut biasanya tersurat dalam peraturan tata tertib suatu sekolah yang harus dipedomani oleh para warga sekolah.
Disiplin kelas merupakan hal penting terhadap terciptanya perilaku tidak menyimpang dari ketertiban kelas. Dalam semangat pendekatan pendidikan disiplin yang mengacu psikologi pendidikan, hendaknya memiliki basis kemanusiaan dan prinsip-prinsip demokrasi. Prinsip kemanusiaan dan demokrasi dalam penegakkan disiplin berfungsi sebagai petunjuk dan pengecek bagi para guru dalam mengambil kebijakan yang berhubungan dengan disiplin
 (Rachman, 1999:170). Oleh karena itu, pendekatan disiplin yang dilakukan oleh para guru harus memperhatikan beberapa prinsip berikut ini, yaitu: (1) menggambarkan prinsip-prinsip pedagogi dan hubungan kemanusiaan di kelas, (2) mengembangkan budaya disiplin di kelas dan mengembangkan profesionalisme guru dalam menumbuh kembangkan budaya disiplin di dalam kelas, (3) merefleksikan tumbuhnya kepercayaan dan kontrol dari peserta didik dalam melaksanakan budaya disiplin di kelas, (4) menumbuhkembangkan kesungguhan untuk berbuat dan berinovasi dalam menegakkan budaya disiplin di kelas oleh para guru dan peserta didik di kelas, dan (5) menghindari perasaan tertekan dan rasa terpaksa pada diri guru dan peserta didik dalam menegakkan dan melaksanakan budaya disiplin di kelas.
Prinsip-prinsip dalam mendisiplinkan kelas tersebut sangat perlu dilakukan, karena disiplin kelas merupakan hal penting terhadap terciptanya perilaku yang disiplin di kelas. Namun, dalam usaha penegakkan disiplin di kelas, para guru harus tetap memperhatikan berbagai teori, prinsip, dan konsep yang tersurat dalam materi psikologi pendidikan, agar penegakkan disiplin di dalam kelas tetapi dilakukan oleh para guru secara edukatif, persuasif, dan demokratif yang menguntungkan bagi para guru dan peserta didik di sekolah.
C. Pemeliharaan Budaya Disiplin dan Usaha Kuratif terhadap Pelanggaran Disiplin dengan Pendekatan Psikologi Pendidikan
Dalam upaya untuk memelihara budaya disiplin kelas yang telah tumbuh dan berkembang, para guru di kelas hendaknya selalu konsisten dan berkesinambungan menunjukkan sikap dan perilaku selalu disiplin
 datang ke kelas, disiplin dalam mengajar, dan kegiatan disiplin lainnya yang berkaitan dengan proses pembelajaran dan pendidikan di kelas. Selain itu, aplikasi konsep, prinsip, dan teori-teori psikologi pendidikan harus juga diterapkan dalam memelihara budaya disiplin kelas yang telah tumbuh dan berkembang.
Adapun aplikasi dari
 teori psikologi pendidikan, khususnya yang berkaitan dengan teori behavioristik ialah bahwa peserta didik yang selalu menunjukkan sikap dan perilaku disiplin di kelas harus diberikan penguatan belajar, agar perilaku disiplin tetap menjadi budaya bagi para siswa tersebut. Sebaliknya, kepada peserta didik yang melanggar budaya disiplin yang telah ditetapkan di kelas diberikan hukuman yang mendidik sebagai konsekuensi dari sikap dan perilaku yang kurang dan tidak disiplin yang ditunjukkan oleh peserta didik. Pemberian hukuman atau sarilesi bertujuan untuk mengurangi dan menghilangkan perilaku peserta didik yang melanggar disiplin kelas.
Selanjutnya, dalam upaya untuk menanggulangi (kuratif) terhadap pelanggaran disiplin kelas perlu dilaksanakan dengan penuh hati-hati, demokratis, dan edukatif (Rachman, 1999:207). Cara-cara penanggulangan dilakukan secara bertahap dengan tetap memperhatikan jenis gangguan yang ada dan siapa pelakunya, apakah dilakukan oleh individu atau kelompok. Langkah tersebut mulai dari tahap pencegahan sampai kepada tahap penyembuhan, dengan tetap bertumpu kepada penekanan subtansinya bukan pribadi peserta didik. Di samping itu, para guru harus tetap menjaga perasaan kecintaan terhadap peserta didik, bukan karena rasa benci atau emosional. Namun demikian, disadari benar bahwa disiplin di kelas sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor, diantaranya faktor lingkungan siswa, seperti lingkungan rumah. Oleh karena itu, para guru juga perlu menjalin kerjasama dengan para orangtua di rumah, agar kebiasaan disiplin di sekolah yang hendak dipelihara itu semakin tumbuh subur.
Rachman (1999:210-212) mengemukakan bahwa ada empat
 tahapan dalam memelihara disiplin (termasuk disiplin kelas), yaitu: (1) tahap pencegahan, (2) tahap pemeliharaan, (3) tahap campur tangan, dan (4) tahap pengaturan. Pada tahap pencegahan, para guru perlu menciptakan suasana kelas yang disiplin, ketepatan instruksional, dan perencanaan pendidikan yang disiplin. Pada tahap pemeliharaan disiplin, para guru perlu melakukan hubungan sosial emosional dengan peserta didik dalam menunjukkan perilaku disiplin di dalam kelas. Pada tahap campur tangan, para guru perlu menangani perilaku peserta didik yang melanggar disiplin kelas dengan mempelajari gejalanya dan mencari akar permasalahannya dengan teknik-teknik yang berbasis psikologi pendidikan berupa pemberian sanksi/hukuman. Pada tahap pengaturan, para guru perlu mengatur perilaku peserta didik yang menyimpang dari disiplin kelas dengan memberikan bimbingan dan pengarahan yang mendidik, persuasif, dan demokratis agar peserta didik menyadari perilakunya yang menyimpang dan kembali mematuhi disiplin kelas.
Berikut ini dikemukakan beberapa
 jenis gangguan disiplin kelas dan cara menanggulanginya. Jika gangguan disiplin kelas berupa gangguan percakapan yang dilakukan antar peserta didik yang mengganggu proses pembelajaran, maka guru segera menghampiri peserta didik yang sedang menjelaskan materi pelajaran di muka kelas. Sedangkan jika pelanggaran terhadap disiplin kelas berupa pelemparan catatan dari peserta didik yang satu ke peserta didik yang lain, maka tindakan yang perlu diambil oleh guru di kelas ialah mendekati siswa tersebut secara persuasive dan menyatakan bahwa perbuatan seperti itu kurang baik, merugikan diri sendiri, dan orang lain.
Masih banyak contoh lain tentang pelanggaran disiplin kelas. Namun, tidak dapat disebutkan satu persatu dalam sajian ini, akan tetapi yang penting bagi para guru ialah mengatasi berbagai bentuk pelanggaran disiplin kelas dengan pendekatan demokratif, edukatif, dan persuasif Selain itu, para guru juga perlu menerapkan prinsip-prinsip, teori, dan konsep dalam psikologi pendidikan dalam mengatasi pelanggaran disiplin kelas

DIAGNOSIS PEMBELAJARAN

BAB I
PENDAHULUAN

A.Latar Belakang
            Kemampuan daya tangkap setiap anak  terhadap materi pelajaran berbeda-beda.Ada yang cepat ada yang lambat. Berbagai macam latar belakang dan penyebab yang mengakibatkan  IQ anak tersebut rendah. Sehingga perlu diagnosis masalah kesulitan belajar di SD supaya IQ anak lebih berkembang daripada sebelumnya.Kesulitan belajar memang harus kita hindari namun tidak sedikit anak yang bermasalah dibidang pelajarannya. Bahkan berbagai macam usaha sudah dilakukan tetap saja tidak ada perkembangan di diri anak tersebut.Oleh karena itu kami melakukan studi kasus terhadap anak yang kesulitan belajar di SDN Alalak Selatan 1 yang terletak di JL.Swadaya  Tani HKSN Banjarmasin.

B. Tujuan Penulisan
o  Untuk mengetahui latar belakang  atau faktor penyebab anak yang kesulitan dalam belajar
o  Untuk mengetahui bagaimana usaha guru dan pihak sekolah menghadapi anak yang kesulitan belajar
o   Untuk mengetahui bagaimana usaha orang tua untuk mengantisipasi anaknya yang kesulitan dalam belajar
o  Untuk mengetahui apa yang terjadi pada anak yang kesulitan dalam belajar setelah diantisipasi oleh pihak sekolah
o  Untuk mencari solusi masalah anak kesulitan belajar
o  Untuk memenuhi tugas mata kuliah “ Diagnosis Kesulitan Belajar di SD”



C. Permasalahan
o   Apa yang melatar belakangi atau faktor penyebab anak kesulitan dalam belajar ?
o   Bagaimana usaha guru dan pihak sekolah menghadapi anak yang kesulitan belajar ?
o   Bagaimana usaha orang tua si anak agar anaknya tidak kesulitan dalam belajar ?
o   Apa yang terjadi pada anak yang kesulitan belajar setelah diantisipasi oleh pihak sekolah dan orang tuanya ?
o   Bagaimana solusi  masalah anak yang kesulitan belajar ?



















BAB II
PEMBAHASAN

Pada hari Sabtu , 24 September 2011  jam 10.00 - 12.00 WITA telah dilakukan studi kasus ke Sekolah Dasar Negeri Alalak Selatan 1 yang berada di JL. Swadaya Tani HKSN Banjarmasin. Dalam studi kasus ini  menunjukkan ada seorang anak yang berinisial MA , mengalami kesulitan dalam belajarnya terutama dibidang akademik ( Matematika , Bahasa Indonesia, IPA, IPS, Pkn, serta Agama).
Data menunjukkan bahwa anak laki-laki kelas V Sekolah Dasar ini  dalam keadaan kurang perhatian karena orang tuanya Broken Home (mengalami perceraian) dan keadaan ekonomi yang kurang. Ayahnya yang meninggalkannya hanya bekerja sebagai buruh,sedangkan ibunya hanya bekerja sebagai ibu rumah tangga. Terpaksa Ibunya sebagai tulang punggung keluarga. Dia termasuk orang yang pendiam dan merasa minder dihadapan teman-temannya. Oleh karena keadaan itu mengakibatkan nilai rapornya semakin menurun dan harus tinggal kelas.
Kemampuan daya tangkap anak yang bercita-cita menjadi polisi ini  terhadap pelajaran sangat kurang dan sering diperolok bahkan ditertawakan teman-teman sekelasnya. Apabila guru sedang mengajar dikelasnya dia sering tidak connect dengan apa yang diajarkan guru. Bahkan dia sering tidak hadir ke sekolah dengan alasan sakit padahal ternyata dia sehat. Begitulah si MA ini , memang tidak membuat keributan di kelas (nakal) seperti teman-temannya namun kesulitan dalam belajar karena sifat pendiam dan tertutup yang selalu melekat dalam dirinya.
Data yang diperoleh dari pengukuran psikologis menunjukkan bahwa yang bersangkutan termasuk yang mempunyai kecerdasan umum rendah dan dari segi kepribadian secara potensial mempunyai kecenderungan untuk berprestasi lumayan tetapi tampaknya mempunyai motivasi yang rendah.

A.Latar Belakang dan Faktor Penyebab “MA”  kesulitan Belajar
            Belajar itu merupakan serangkaian kegiatan atau perbuatan yang berhubungan dengan banyak faktor. Sungguh tepat jika dikemukakan bahwa belajar itu bukan perbuatan yang serba sederhana melainkan justru amat kompleks.
Banyak faktor yang mempengaruhi MA sehingga sulit dalam belajar baik faktor yang datang dari dirinya maupun faktor yang berasal dari luar. Latar belakang  dan faktor penyebab MA kesulitan belajar adalah
a.    Faktor dari dalam dirinya ( internal )
v  Faktor jasmaniah
Kesehatan MA cenderung tidak stabil. Beberapa minggu lalu data menunjukkan dia terkena penyakit cacar sehingga dia tidak hadir ke sekolah. Saat diwawancarai pun terlihat masih ada bekas - bekas cacar dikulit tangannya. Padahal badan yang tidak sehat akan mengakibatkan kurangnya semangat belajar.
v  Faktor Psikologis
·  Intelegensi
          Intelegensi merupakan kecakapan yang terdiri atas tiga jenis yaitu kecakapan untuk menghadapi dan menyesuaikan dengan situasi yang baru dengan cepat dan efektif ,mengetahui / menggunakan konsep-konsep yang abstrak secara efektif,mengetahui relasi dan mempelajarinya dengan cepat. Orang yang mempunyai intelegensi yang tinggi lebih mudah belajar daripada yang tingkat intelegensinya rendah.
Kemampuan berpikir MA tidak optimal. Intelegensi MA memang dari “sananya” sudah tergolong rendah. Kemampuan membacanya kurang lancar dan kemampuan menulis huruf sering tertukar , misalnya menuliskan huruf d malah ditulisnya huruf b . Kemampuan menangkap pelajaran yang diajarkan guru tidak “connect” dan sulit untuk menjelaskan materi pelajaran kepadanya. Mengerti atau tidak dia tetap diam. Sudah dilakukan usaha dengan mengusulkan les pada orang tuanya  tapi tetap tidak bisa dan tidak ada perkembangan MA selama di sekolah. Psikologis MA juga terganggu.
·  Motivasi
Motivasi merupakan daya penggerak atau pendorong untuk berbuat. Keluarga MA yang kurang perhatian menyebabkan tidak adanya motivasi. MA menjadi malas belajar karena perceraian orang tuanya dan tergolong anak yang pendiam , pemalu dan kurang aktif di kelas . MA juga tidak bisa bersosialisasi dengan teman-temannya di rumah maupun di sekolah.
b.    Faktor dari luar ( eksternal )
v Faktor Keluarga
Keluarga merupakan lembaga pendidikan yang pertama dan utama. Anak lebih banyak berinteraksi didalam keluarga daripada di sekolah. Karena orang tua  MA yang broken home dan kurangnya didikan dari orang tuanya mengakibatkan MA terkena dampak negative. Padahal selaku orang tua seharusnya mengetahui dan memahami apa yang menjadi keinginan MA. Keadaan ekonomi yang kurang mampu menyebabkan MA kesulitan belajar. Dia sering meminjam alat-alat sekolah pada teman-temannya karena keadaan ekonomi tersebut.
               Saudaranya juga mempengaruhi dia dengan menyuruhnya mencuri HP temannya. Dan ternyata perilakunya itu diketahui teman-temannya serta wali kelasnya. Seharusnya hubungan antar anggota keluarga didasari saling pengertian dan kasih sayang bukan saling mempengaruhi untuk melakukan kejahatan . Selain itu perpisahan orang tua MA menyebabkan perkembangan psikologis MA terganggu. Di rumah , MA tinggal dengan ibu dan 2 saudaranya sedangkan ayahnya pergi meninggalkan mereka. Yang mencari nafkah dan membiayai kebutuhan ekonomi keluarga adalah ibundanya yang tercinta.
v  Faktor Lingkungan
·      Lingkungan masyarakat
          Lingkungan masyarakat disekitar siswa berada merupakan salah satu faktor yang dapat berpengaruh terhadap belajar anak. Keadaan lingkungan sekitar rumah MA tergolong lingkungan yang buruk. Komplek rumahnya dikenal sebagai “Komplek Preman” dimana banyak terdapat preman-preman disana.Sehingga menyebabkan kakaknya MA ikut-ikutan jadi preman dan berusaha mempengaruhi adiknya MA menjadi preman dengan mencuri HP milik temannya, karena ketahuan oleh wali kelasnya MA tidak sempat mencuri HP tersebut. Di rumah MA tidak pernah diajarkan pendidikan moral maupun intelektual sehingga MA mudah terpengaruh untuk melakukan hal-hal yang negatif.
·       Lingkungan sekolah
          Untuk memperlancar proses pembelajaran siswa memerlukan alat-alat yang menunjang pembelajaran. Fasilitas tersebut harus lengkap dan tersedia bagi siswa. Namun tidak demikian dengan MA yang lebih sering meminjam alat-alat sekolah pada temannya. Tetapi karena kelakuannya yang hampir mencuri HP temannya menyebabkan dia dijauhi teman-temannya. Temannya sering mengejeknya dan tidak mau berteman dengannya. Di dalam kelas dia duduk sebangku dengan anak yang autis, karena teman-temannya yang lain tidak mau duduk berdampingan dengannya. Di sekolah MA lebih suka menyendiri daripada bergaul dengan teman-teman sebayanya seakan-akan dia menyimpan masalahnya sendiri dan tidak mau menceritakan masalahnya itu.
                   Hal-hal di atas itulah yang menyebabkan MA kesulitan belajar.
B. Usaha Guru dan Pihak Sekolah serta orang tuanya menghadapi anak  kesulitan belajar
                   Sejauh ini usaha guru dan pihak sekolah menghadapi anak kesulitan belajar dengan  memanggil orang tuanya ke sekolah namun yang datang hanya bibinya.Wali kelas MA juga telah mendatangi orang tuanya kerumah dan orang tuanya janji akan meleskan MA tapi ternyata keinginan les itu tidak kesampaian juga entah kenapa sebabnya.
Hari yang lain  MA  tidak hadir kesekolah karena sakit, tetapi setelah dicek kerumahnya orangnya MA dalam keadaan baik-baik saja. Wali kelas juga telah memberikan perhatian khusus seperti pada saat belajar dikelas guru sering memberikan latihan-latihan soal yang lebih banyak padanya supaya dia mengerti, namun tidak ada juga perkembangan yang meningkat dari MA.
C.Hal yang terjadi pada anak yang kesulitan belajar setelah diantisipasi
v  Hasil  analisis buku rapor
Dari hasil analisis,menunjukkan bahwa nilai rapor MA pada umumnya (untuk semua mata pelajaran ) tergolong dibawah rata-rata kecuali mata pelajaran olahraga karena memang itu pelajaran yang disukainya.Sehingga dalam kenaikan kelas sampai kelas IV MA hanya memenuhi norma-norma kenaikan kelas minimal . Dan dikelas V MA terpaksa harus tinggal kelas.
Inilah hasil belajar MA pada kelas V semestar 2 yang terlihat pada rapor.






v  Observasi langsung
Beberapa kali kami mengamati kegiatan didalam maupun diluar kelas.Dikelas MA sering murung dalam mengikuti pelajaran.Dia memperhatikan pelajaran namun dalam pikirannya “blank”. Mengerti atau tidak dia tetap diam saja. Diluar kelas terutama dalam pelajaran olahraga MA lebih aktif.
v  Wawancara
1.    Wawancara dengan wali kelas
        Informasi dari wali kelas mengatakan bahwa MA dalam mengerjakan tugas sering tidak mengerjakan apalagi PR sekolahnya.Setiap ada ulangan dia sering tidak hadir dan sering mengulang menyebabkan nilai rapornya rendah. Wali kelas MA menyesalkan kenapa MA tetap naik kelas padahal dia dianggap belum mampu untuk melanjutkan ke kelas yang lebih tinggi. Selain itu MA tidak mempunyai motivasi untuk belajar yang mengakibatkan dia kurang memperhatikan pelajaran.
2.    Wawancara dengan MA
                    Wawancara antara kami dan MA dapat mengungkapkan isi hatinya,MA menangis ketika kami tanya mengenai ayahnya.MA mungkin merasa ayahnya itu tidak bertanggung jawab.Dalam hatinya tersimpan rasa benci yang mendalam pada ayahnya.Dia merasa kurang diperhatikan orang tuanya.Disekolah juga sering diejek temannya akibat kesulittan belajarnya bahkan sering ditertawakan dan tidak ditemani,sehingga membuat dia menjadi malas hadir ke sekolah.Disebabklan oleh kejadian itu MA sekarang sulit konsentrasi untuk belajar dan selera makannya merosot.
3.    Wawancara dengan teman MA
            Menurut keterangan dari temannya, MA lebih banyak diam dan menyendiri dikelas. MA juga sering diejek dan dikucilkan karena dia pernah ketahuan ingin mencuri HP disekolah, dengan kejadian itu mungkin MA merasa malu dan minder terhadap teman-temannya. Disamping itu MA juga dianggap kurang pintar sehingga dia dijauhi oleh temannya dikelas.
D. Solusi Masalah Anak Kesulitan Belajar
1)   Solusi dari pihak sekolah
*        Sekolah telah menetapkan MA untuk tinggal kelas agar dikelas tinggi yaitu dikelas VI dia dapat mengikuti pelajaran dengan baik tanpa ada halang rintang seperti dikelas sebelumnya.
*        Pihak sekolah juga telah memberikan perhatian khusus kepada MA berupa pendekatan individual secara langsung kepada anak.
2)   Solusi dari Konselor
*      Orang tua MA maupun ke dua kakaknya sebaiknya harus lebih memperhatikan MA secara khusus agar dia tidak melakukan kesalahan yang sama dan agar MA dapat belajar dengan baik.
*      Harus melakukan pendekatan lagi yang lebih mendalam ( penuh dengan perasaan ) agar MA mau menceritakan masalah yang dialaminya.
*      Keinginan orang tua untuk memberikan bimbingan belajar tambahan untuk MA harus dijalankan namun terhambat dengan biaya ekonomi.










BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Kesulitan belajar yang dialami oleh MA disebabkan oleh berbagai macam faktor dari faktor intelegensi,motivasi,keluarga,dan lingkungan.Adapun guru dan pihak sekolah serta orang tua sudah berusaha mengatasi masalah ini dengan berbagai macam cara.Hal yang terjadi pada MA,dikucilkan dari pergaulan dan konsentrasi belajarnya merosot.

B.     Saran
Sebagai pendidik kita harus tahu bagaimana mengatasi anak yang kesulitan belajar disamping dikonseling oleh guru BK disekolah supaya apabila kita terjun kelapangan nanti menjadi pengajar yang disegani dan bisa mengatasi masalah-masalah kesulitan belajar anak didiknya.
















DAFTAR PUSTAKA

        Sukardi , Dewa Ketut . 2007. Pengantar Pelaksanaan Program Bimbingan dan Konseling di Sekolah . Rineka Cipta: Jakarta.

        Entang, M .1983.Diagnosis Kesulitan Belajar dan Pengajaran Remedial.Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Diretorat Jenderal Pendidikan Tinggi Proyek Pengembangan Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan: Jakarta.

        Sutikno, M.Sobry.2009.Belajar Pembelajaran.Prospect